Tuesday, April 10, 2018

MENGENAL ALLAH

Assalamualaikum 


Setiap yang ada pasti dapat dikenal dan hanya yang tidak ada yang tidak dapat dikenal. Kerana Allah adalah zat yang wajib al-wujud iaitu zat yang wajib adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi setiap muslim adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah ia berbuat ibadah sebagimana sabda Nabi SAW:
أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah

Kenalilah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Ertinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya”.

Lalu diri mana yang wajib kita kenal? Sungguhnya diri kita terbahagi dua sebagaimana firman Allah dalam QS. Lukman: 20 berbunyi:

وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً
Ertinya : “Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin”.

Jadi berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbahagi dua:
1.    Diri Zahir iaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
2.    Diri Batin iaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati.

Kerana sedemikian pentingnya peranan diri yang batin ini di dalam upaya untuk memperolehi pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke dalam diri (introspeksi diri)  sebagimana firman Allah dalam QS. Az-Zariat: 21 berbunyi:

وَفِى اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Ertinya : “Dan di dalam diri kamu apakah kamu tidak memperhatikannya”.

Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan kerana di dalam diri manusia itu Allah telah menciptakan sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah menanamkan rahsia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi :

بَنَيْتُ فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)
Ertinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan dalam mata hati (fuad) itu ada penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis Qudsi)
 

Adapun ilmu hakikat atau ilmu batin memang tidak boleh disiar-siarkan kecuali kepada orang yang menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan ilmu hakikat kepada yang bukan ahlinya ditakuti jadi fitnah disebabkan pemikiran otak sebahagian manusia ini tidak sampai mendalami ke lubuk dasarnya yaitu ilmu Allah Ta’ala. Ibarat kayu di hutan tidak sama tingginya, air di laut tidak sama dalamnya, dan tanah di bumi tidak sama ratanya, demikian halnya dengan manusia. Maka ahli zikir inilah yang mendekati maqam wali-wali Allah yang berada di bawah martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan Allah memerintahkan supaya bertanya kepada ahli zikir, karena ahli zikir adalah orang-orang yang senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Allah serta senantiasa mendapat bimbingan ilham dari Allah SWT.
            Oleh kerana itu, agar kita dapat mengenal Allah, maka kita harus mempunyai pembimbing rohani atau mursyid. Tentang hal ini Abu Ali ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya seseorang mempelajari semua jenis ilmu dan berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak sampai ke tingkat para sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan spiritual bersama seorang syeikh yang memiliki akhlak luhur dan dapat memberinya nasihat-nasihat”.
            Namun tidaklah ilmu pengenalan kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu saja seperti mempelajari ilmu syari’at, kerana ada satu syarat yang paling utama yang harus dilakukan terlebih dahulu iaitu mengambil ilmu ini dengan dibai’at oleh seorang mursyid yang kamil mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para syeikh tarekat sufi yang bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah SAW. Oleh kerana itu jalan satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal Allah adalah dengan mempelajari ilmu tarekat di bawah bimbingan seorang mursyid.
Hati ini adalah alam ghaib yang tak dapat dilihat oleh mata dan alat panca indra kerana ia termasuk alam ghaib (bersifat rohani). Tiap-tiap diri manusia memiliki hati sanubari, baik manusia awam maupun manusia wali, begitu juga para nabi dan rasul. Pada hati sanubari ini terdapat sifat-sifat jahat (penyakit hati), seperti: hasad, dengki, tamak, rakus, pemarah, bengis, takabur, ria, ujub, sombong, dan lain-lain. Tetapi bilamana ia bersungguh-sungguh di dalam tarekatnya di bawah bimbingan mursyidnya, maka lambat laun hati yang kotor dan berpenyakit tadi akan bertukar bentuknya dari rupa yang hitam gelap pekat menjadi bersih putih dengan mengikuti kegiatan suluk atau khalwat secara kontinyu. Manakala hati yang hitam tadi telah berubah menjadi putih bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang putih bersih bersinar itulah yang dinamakan hati Rohani (Qalbu) atau disebut juga dengan diri yang batin.
Seumpama kita bercermin di depan kaca, maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada dibalik cermin selain muka kita, kerana terhalang oleh cat merah yang melekat disebaliknya. Tetapi bila cat merah itu kita kikis habis, maka akan tampaklah di sebaliknya bermacam-macam dan berlapis-lapis cermin hingga sampai menembus ke alam Nur, alamJabarut, alam Lahut, hingga alam Hadrat Hak Allah Ta’ala.
            Itulah sebabnya bila kita hanya baru sebatas mengenal hati sanubari sahaja, maka yang kita lihat hanya diri kita saja, sebab ditahan oleh cat merah tadi, yaitu sifat-sifat jahat seperti: takabbur, ria, ujub, dengki, hasad, pemarah, tamak, rakus, cinta dunia, dan berbagai penyakit hati lainnya. Tetapi bila mana cat merah itu telah terkikis habis, barulah ia akan menyaksikan alam yang lebih tinggi dan mengetahuilah ia segala rahasia termasuk dirinya dan hakikatnya dan juga alam seluruhnya dan akhirnya mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah sebabnya para wali-wali Allah itu lahir dari para sufi yaitu orang-orang yang telah berhasil membersihkan hatinya dengan bantuan mursyidnya pada zahir sedang pada hakikatnya dengan qudrat dan iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya mengenal diri untuk jalan mengenal Allah.

 Semoga bermanfaat.

 Wassalamualaikum...