Wednesday, April 11, 2018

MAKRIFAT

Assalamualaikum 
Makrifat berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang artinya pengetahuan dan pengalaman. yaitu perpaduan dari syariat-tarikat-hakikat yang nantinya menuju kepada “mengenal Allah dan keilmuan (kunci/kode) alam semesta yang termuat dalam Al Quran serta mentaati syariat Rasulullah SAW.”
Rasulullah SAW  sendiri menjanjikan hal ini dan baginda pernah menyebut bahwa umatnya dapat melihat Allah SWT di saat fana  maupun jaga (sadar). Kezahiran-Nya sangat nampak pada hamba.

Al insanu syirri wa ana syirruhu
Ertinya: Adapun insan itu Rahsiaku dan Aku pun Rahsianya.

Khalakal insanu ala surati Rahman
Ertinya: “Kuciptakan Adam dan anak cucunya seperti rupaKu

Kesimpulannya, INSAN itu terdiri daripada tiga unsur, yaitu Jasad, Ruh(Nyawa) dan AllahAdapun Jasad, Nyawa, dan Allah Taala, bagaikan sesuatu  yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Umpama  langit, bumi, dan makhluk yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Dari segi makrifat  Allah SWT  itu Esa pada wujud hamba.

     QSAl Qaf:16: Aku lebih dekat dari urat lehernya.
QS. Az Zariyat: 21: Dalam diri kamu mengapa tidak kamu perhatikan 
QS. Al Hadid: 4: Aku beserta hambaku di mana saja dia berada.
Sekarang, mari kita lihat pula bagaimana Nabi Musa melihat Tuhannya, seperti yang diceritakan di dalam Al Quran.  Allah SWT berfirman mengisahkan permintaan Musa untuk melihatNya QS Al A’raaf: 143:

Dan tatkala Nabi Musa datang pada waktu yang kami telah tentukan itu, dan Tuhannya berkata-kata dengannya,  maka Nabi Musa (merayu dengan) berkata:” Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku (Dzat-Mu Yang Maha Suci) supaya aku dapat melihat-Mu.”  Allah berfirman: ”Kamu sekali-kali tidak dapat  melihat-Ku”.
(Rahsianya:  Tidak ada seorangpun yang dapat melihat Allah,  hanya Allah dapat melihat Allah)

Karena orang beriman selalu memandang tajalli kekuasaan Allah SWT secara nyata pada ainul yakin (pandangan keyakinan) yang bergerak pada alam semesta dan kekuasaan haqqul yakin (pandangan mata hati) yang bernuansa secara gaib yang bergerak dalam batin dan pada unsur bayang-bayang kekuasaan Allah SWT. Diatasnya haqqul yakin  masih ada lagi kamalul yakin (kesempurnaan keyakinan) dan keyakinan ini bisa dirasakan setelah kita telah berjumpa dengan Allah di akhirat nanti.  Namun ada juga bagi orang-orang khusus dicintai-Nya yang telah diberi hidayah karomah-Nya dan yang telah dibukakan hijab-Nya pada “kamalul yakin” di dalam dunia.

Adapun nasihat/dalil tentang kewajiban ber-Makrifat:
1.    Awaludin Ma’rifatullah.
Ertinya : Awal agama adalah mengenal Allah.
2.    Layasul Shalat Illa Bin Ma’rifat.
Ertinya :Tidak syah shalat tanpa mengenal Allah.
3.    Man Arafa Nafsahu Fakade Arafa Rabbahu.
Ertinya: Barang siapa mengenal dirinya niscaya dia pasti akan mengenal Tuhannya.
4.    Alastubirabbikum Qolu Bala Syahidna.
ertinya: Bukankah aku ini Tuhanmu? Betul engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi. (QS. Al-Araf: 172)
5.    Al Insannu Sirri Wa Annallahu Sirruhu.
Ertinya: Manusia itu rahasiaKu dan Aku-pun (Allah) rahasia baginya.
6.    Wafi Amfusikum Afala Tubsiruun.
Ertinya: Aku (Allah) ada di dalam jiwamu, mengapa kamu sendiri tidak dapat melihat (Q.S. Adz-Dzariyat: 21)
7.    Wanahnu Akrabi Min Habil Wariz.
Ertinya: Aku (Allah) lebih dekat dari urat nadi lehermu.
8.    Laa Tak Budu Rabbana Lam Yarah
Ertinya: Aku tidak akan menyembah Allah bila aku tidak melihat-Nya lebih dahulu.
9.    Innahu Alimun Bizatish Shudur.
Ertinya: Sesungguhnya Aku (Allah) Maha Mengetahui segala isi hati (Q.S Al Mulk:13).
10. Wa Huwa Ma Akum Ainama Kuntum.
Ertinya: Aku (Allah) berada dimana saja kamu berada. (Q.S. Al-Hadid: 4).
      11. Kemanapun Engkau Hadapkan Wajahmu Disitulah Wajah Allah” (QS. Al-Baqarah: 115).


Waalaikumussalam wbt.

TAREKAT- ILMU HATI

Assalamualaikum 
Tarekat berasal dari kata ‘thariqah’ yang artinya ‘jalan’. Jalan yang dimaksud di sini adalah jalan untuk menjadi orang bertaqwa, menjadi orang yang diridhoi Allah SWT. Secara praktisnya tarekat adalah kumpulan amalan-amalan lahir dan batin yang bertujuan untuk membawa seseorang untuk menjadi orang bertaqwa. Ada 2 macam tarekat yaitu tarekat wajib dan tarekat sunat.
1.   Tarekat Wajib, yaitu amalan-amalan wajib, baik fardhu ain dan fardhu kifayah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim. tarekat wajib yang utama adalah mengamalkan rukun Islam. Amalan-amalan wajib ini insya Allah akan membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa yang dipelihara oleh Allah. Paket tarekat wajib ini sudah ditentukan oleh Allah s.w.t melalui Al-Quran dan Al-Hadis. Contoh amalan wajib yang utama adalah shalat, puasa, zakat, haji. Amalan wajib lain antara lain adalah menutup aurat , makan makanan halal dan lain sebagainya.
2.  Tarekat Sunat, yaitu kumpulan amalan-amalan sunat dan mubah yang diarahkan sesuai dengan 5 syarat ibadah untuk membuat pengamalnya menjadi orang bertaqwa. Tentu saja orang yang hendak mengamalkan tarekat sunnah hendaklah sudah mengamalkan tarekat wajib. Jadi tarekat sunnah ini adalah tambahan amalan-amalan di atas tarekat wajib. Paket tarekat sunat ini disusun oleh seorang guru mursyid untuk diamalkan oleh murid-murid dan pengikutnya. Isi dari paket tarekat sunat ini tidak tetap, tergantung keadaan zaman tarekat tersebut dan juga keadaan sang murid atau pengikut. Hal-hal yang dapat menjadi isi tarekat sunat ada ribuan jumlahnya, seperti shalat sunat, membaca Al Qur’an, puasa sunat, wirid, zikir dan lain sebagainya.

Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya seseorang ditentukan oleh hati sebagaimana hadis Nabi SAW: Ertinya:“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila ia telah baik maka baiklah sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah sekalian badan. Dan bila ia rusak maka binasalah sekalian badan, itulah yang dikatakan hati”.
Menurut beberapa orang Ulama terdapat 6666 ayat Al-Qur’an dan 6666 urat di dalam tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada 6666 penyakit di dalam hati manusia. Dari sekian banyak penyakit yang ada di dalam hati manusia, ada beberapa penyakit hati yang paling berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia,, tamak, rakus, pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila tidak diobati. Demikianlah bahayanya apabila manusia itu tidak segera membersihkan hatinya, maka Allah akan terus menambah penyakitnya. Oleh sebab itu kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu ia harus mensucikan hatinya.

Ada tiga kewajiban yang dibebankan oleh Allah SWT kepada manusia:
      1. Kewajiban Mensucikan Hati
Di dalam surah Al-A’la ayat 14 Allah menyatakan bahwa orang-orang yang telah mensucikan hatinya sesungguhnya telah memperoleh keberuntungan.
a.    Hati yang bersih yaitu tidak ada di dalam hati itu selain Allah. Artinya seseorang yang disebut hatinya bersih adalah orang yang senantiasa selalu mengingat Allah.
b.    Satu-satunya cara membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim disebut dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu tarekat.
Jadi hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Apabila kita telah dapat mengenal Allah, barulah kita dapat mengingat-Nya. Dan mengingat Allah merupakan satu-satunya cara untuk membersihkan hati sebagaimana Hadis Nabi SAW:

لِكُلِّ شَيْءٍ صَقَلَةٌ وَصَقَلَةُ الْقَلْبُ ذِكْرُاللهُ
Ertinya: “Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati yaitu mengingat Allah”.

c.    Orang-orang yang telah mensucikan hatinya sebagai orang-orang yang beruntung adalah disebabkan karena sesungguhnya hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah. Menurut Imam Ghazali, hati manusia berfungsi sebagai cermin yang hanya bisa menangkap cahaya ghaib (Allah) apabila tidak tertutup oleh kotoran-kotoran keduniaan.
d.    Keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah sebabnya Allah berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا
Ertinya: “Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah mengotorinya”. (Q.S. As-Syamsi: 9-10).
          
        2. Kewajiban Mengingat Allah
Kewajiban yang kedua adalah mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat mengingat Allah kalau kita belum mengenal-Nya dan mustahil kita dapat mengenal-Nya kalau kita belum pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa dengan Allah tanpa terlebih dahulu menyertakan diri dan belajar kepada orang yang telah dapat beserta Allah. Itulah sebabnya Nabi memerintahkan kepada kita agar menyertakan diri kepada orang yang dekat dengan Allah sebagaimana sabda Nabi:

كُنْ مَعَ اللهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ
Ertinya: “Sertakanlah kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta Allah maka sertakanlah dirimu kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan mengenalkan kamu kepada Allah”.

Berdasarkan Hadis di atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru (wasilah) agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia itu dapat mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat Tuhannya.

        3. Kewajiban Mengerjakan Shalat
Shalat merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan kewajiban pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya sebagaimana firman Allah SWT:

اِنَّنِى أَنَااللهُ لاَإِلَهَ اِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لَذِكْرِى
Ertinya: “Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. Thaha: 14)

Para sufi menaruh perhatian besar terhadap hati (qalb) dan menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga. Karena sesungguhnya perintah shalat itu diterima setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh mata kepala Nabi Muhammad tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi Muhammad. Oleh sebab itu sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah, terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya, agar nur yang ada di dalam mata hatinya itu dapat memancar, sebab dengan nur itulah Nabi Muhammad dapat menyaksikan Allah. Itulah sebabnya di dalam QS. al-Isra’: 1 Allah menggunakan kalimat Maha Suci, sebab Allah itu Maha Suci dan hanya dapat dilihat oleh hamba-hamba-Nya apabila mereka telah mensucikan hati mereka.
            Adapun makna Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad pada hakikatnya adalah sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan kepada Allah dalam istilah ilmu tarekat lazim disebut denganbai’at. Praktik bai’at yang diterima oleh Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali ibn Abi Thalib dan praktik seperti ini terus berlanjut dari guru ke murid dalam rangkaian silsilah hingga saat ini. Praktik bai’atyang diterapkan di kalangan ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang dilaksanakan oleh Nabi. Jadi berdasarkan tradisi bai’at inilah muncul istilah bahwa “Barangsiapa yang tidak mempunyai syekh maka gurunya adalah setan” sebab Nabi sendiri tidak dapat mengenal Allah tanpa berguru kepada Malaikat Jibril, apalagi kita sebagai manusia biasa yang hina dan dhaif yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi Allah maka mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi bersabda:
اَلْعِلْمُ عِلْمَانِ فَعِلْمُ بَطِنِ فِى قَلْبِى فَذَالِكَ هُوَ نَفِعِى
Ertinya: “ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati itu jauh lebih bermanfaat”.

Kekeliruan umat Islam saat ini adalah tidak mau mempelajari ilmu hati dan lebih mengutamakan ilmu syari’at. Oleh sebab itu menurutnya mayoritas umat Islam saat ini tidak mengenal yang mereka sembah dan sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata sebagaimana firman Allah:

فَوَيْلٌ لِلْقَسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ
Ertinya: “Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S. az-Zumar: 22)
           
            Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya adalah dengan mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat). Kemudian dengan mempelajari ilmu hati maka seseorang akan mampu melewati tujuh martabat (kedudukan) sebagai seorang hamba yakni: lembah pencarian (talab), cinta ('isyq), makrifat (ma'rifah), kepuasan hati (istighna'), keesaan (tawhid), ketakjuban (hayrat), kefakiran (faqr) dan inklusif (fana').


Waalaikumussalam wbt.

Tuesday, April 10, 2018

SYARIAT



Assalamu'alaikum Wr. Wb

Syariat Islam ( شريعة إسلامية) adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Syariat adalah hukum-hukum atau aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk dijadikan pedoman kepada manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an hanya berupa pokok ajaran dan bersifat universal, karenanya Nabi yang merupakan orang paling dekat dengan Allah dan paling memahami Al-Qur’an menjelaskan aturan pokok tersebut lewat ucapan dan tindakan Beliau, para sahabat menjadikan sebagai pedoman kedua yang dikenal sebagai hadist. Ucapan Nabi bernilai tinggi dan masih sarat dengan simbol-simbol yang memerlukan keahlian untuk menafsirkannya. Contoh sederhana ketika memulai shalat dengan ucapan:

Wajjahtu wajhiya lillaadzii fatharassamaawaati wal ardho haniifam muslimaw wamaa ana minal musyrikiin..”

Artinya: Kuhadapkan wajahku kepada wajah-Nya Zat yang menciptakan langit dan bumi, dengan keadaan lurus dan berserah diri, dan tidaklah aku termasuk orang-   orang yang musyrik...

Seharusnya seorang hamba sudah menemukan sinyal atau gelombang kepada Allah, menemukan wajah-Nya yang Maha Agung, sehingga kita tidak termasuk orang musyrik yang menyekutukan Allah. Kita dengan mudah menuduh musyrik kepada orang lain, tanpa sadar kita hanya mengenal nama Tuhan saja sementara yang hadir dalam shalat wajah-wajah lain selain Dia. Kalau wajah-Nya sudah ditemukan di awal shalat maka ketika sampai kepada bacaan Al-Fatihah, disana benar-benar terjadi dialog yang sangat akrab antara hamba dengan Tuhannya.
Kalau ajaran-ajaran agama yang kita kenal dengan syariat itu tidak dilaksanakan dengan metode yang benar (Thariqatullah) maka ibadah akan menjadi kosong hanya sekedar memenuhi kewajiban agama saja. Shalat hanya mengikuti rukun-rukun dengan gerak kosong belaka, badan bergerak mengikuti gerakan shalat namun hati berkelana kemana-mana. Sepanjang shalat akan muncul berjuta khayalan karena ruh masih di alam dunia belum sampai ke alam Rabbani.
Ibadah haji yang merupakan puncak ibadah, diundang oleh Maha Raja Dunia Akhirat, seharusnya disana berjumpa dengan yang mengundang yaitu Pemilik Ka’bah, pemilik dunia akhirat, Tuhan seru sekalian alam, tapi yang terjadi yang dijumpai disana hanya berupa dinding dinding batu yang ditutupi kain hitam. Pada saat wukuf di arafah itu adalah proses menunggu, menunggu Dia yang dirindui oleh sekalian hamba untuk hadir dalam kekosongan jiwa manusia, namun yang ditunggu tak pernah muncul.

Kesimpulannya, bahwa sebenarnya tidak ada pemisahan antara ke empat ilmu yaitu Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat, ke empatnya adalah SATU. Iman dan Islam bisa dijelaskan dengan ilmu syariat sedangkan maqam Ihsan hanya bisa ditempuh lewat ilmu Tarekat. Ketika kita telah mencapai tahap Makrifat maka dari sana kita bisa memandang dengan jelas bahwa ke empat ilmu tersebut tidak terpisah tapi SATU.

Semoga bermanfaat.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb 

MENGENAL ALLAH

Assalamualaikum 


Setiap yang ada pasti dapat dikenal dan hanya yang tidak ada yang tidak dapat dikenal. Kerana Allah adalah zat yang wajib al-wujud iaitu zat yang wajib adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi setiap muslim adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah ia berbuat ibadah sebagimana sabda Nabi SAW:
أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah

Kenalilah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW:

مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Ertinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya”.

Lalu diri mana yang wajib kita kenal? Sungguhnya diri kita terbahagi dua sebagaimana firman Allah dalam QS. Lukman: 20 berbunyi:

وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً
Ertinya : “Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin”.

Jadi berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbahagi dua:
1.    Diri Zahir iaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
2.    Diri Batin iaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati.

Kerana sedemikian pentingnya peranan diri yang batin ini di dalam upaya untuk memperolehi pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke dalam diri (introspeksi diri)  sebagimana firman Allah dalam QS. Az-Zariat: 21 berbunyi:

وَفِى اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Ertinya : “Dan di dalam diri kamu apakah kamu tidak memperhatikannya”.

Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan kerana di dalam diri manusia itu Allah telah menciptakan sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah menanamkan rahsia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi :

بَنَيْتُ فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)
Ertinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan dalam mata hati (fuad) itu ada penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban) ada rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”. (Hadis Qudsi)
 

Adapun ilmu hakikat atau ilmu batin memang tidak boleh disiar-siarkan kecuali kepada orang yang menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan ilmu hakikat kepada yang bukan ahlinya ditakuti jadi fitnah disebabkan pemikiran otak sebahagian manusia ini tidak sampai mendalami ke lubuk dasarnya yaitu ilmu Allah Ta’ala. Ibarat kayu di hutan tidak sama tingginya, air di laut tidak sama dalamnya, dan tanah di bumi tidak sama ratanya, demikian halnya dengan manusia. Maka ahli zikir inilah yang mendekati maqam wali-wali Allah yang berada di bawah martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan Allah memerintahkan supaya bertanya kepada ahli zikir, karena ahli zikir adalah orang-orang yang senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Allah serta senantiasa mendapat bimbingan ilham dari Allah SWT.
            Oleh kerana itu, agar kita dapat mengenal Allah, maka kita harus mempunyai pembimbing rohani atau mursyid. Tentang hal ini Abu Ali ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya seseorang mempelajari semua jenis ilmu dan berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak sampai ke tingkat para sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan spiritual bersama seorang syeikh yang memiliki akhlak luhur dan dapat memberinya nasihat-nasihat”.
            Namun tidaklah ilmu pengenalan kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu saja seperti mempelajari ilmu syari’at, kerana ada satu syarat yang paling utama yang harus dilakukan terlebih dahulu iaitu mengambil ilmu ini dengan dibai’at oleh seorang mursyid yang kamil mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para syeikh tarekat sufi yang bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah SAW. Oleh kerana itu jalan satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal Allah adalah dengan mempelajari ilmu tarekat di bawah bimbingan seorang mursyid.
Hati ini adalah alam ghaib yang tak dapat dilihat oleh mata dan alat panca indra kerana ia termasuk alam ghaib (bersifat rohani). Tiap-tiap diri manusia memiliki hati sanubari, baik manusia awam maupun manusia wali, begitu juga para nabi dan rasul. Pada hati sanubari ini terdapat sifat-sifat jahat (penyakit hati), seperti: hasad, dengki, tamak, rakus, pemarah, bengis, takabur, ria, ujub, sombong, dan lain-lain. Tetapi bilamana ia bersungguh-sungguh di dalam tarekatnya di bawah bimbingan mursyidnya, maka lambat laun hati yang kotor dan berpenyakit tadi akan bertukar bentuknya dari rupa yang hitam gelap pekat menjadi bersih putih dengan mengikuti kegiatan suluk atau khalwat secara kontinyu. Manakala hati yang hitam tadi telah berubah menjadi putih bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang putih bersih bersinar itulah yang dinamakan hati Rohani (Qalbu) atau disebut juga dengan diri yang batin.
Seumpama kita bercermin di depan kaca, maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada dibalik cermin selain muka kita, kerana terhalang oleh cat merah yang melekat disebaliknya. Tetapi bila cat merah itu kita kikis habis, maka akan tampaklah di sebaliknya bermacam-macam dan berlapis-lapis cermin hingga sampai menembus ke alam Nur, alamJabarut, alam Lahut, hingga alam Hadrat Hak Allah Ta’ala.
            Itulah sebabnya bila kita hanya baru sebatas mengenal hati sanubari sahaja, maka yang kita lihat hanya diri kita saja, sebab ditahan oleh cat merah tadi, yaitu sifat-sifat jahat seperti: takabbur, ria, ujub, dengki, hasad, pemarah, tamak, rakus, cinta dunia, dan berbagai penyakit hati lainnya. Tetapi bila mana cat merah itu telah terkikis habis, barulah ia akan menyaksikan alam yang lebih tinggi dan mengetahuilah ia segala rahasia termasuk dirinya dan hakikatnya dan juga alam seluruhnya dan akhirnya mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah sebabnya para wali-wali Allah itu lahir dari para sufi yaitu orang-orang yang telah berhasil membersihkan hatinya dengan bantuan mursyidnya pada zahir sedang pada hakikatnya dengan qudrat dan iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya mengenal diri untuk jalan mengenal Allah.

 Semoga bermanfaat.

 Wassalamualaikum...